Universitas Riau Kepulauan Penelitian RESPON VENEZUELA TERHADAP KEHADIRAN MILITER AMERIKA SERIKAT DI KOLOMBIA

RESPON VENEZUELA TERHADAP KEHADIRAN MILITER AMERIKA SERIKAT DI KOLOMBIA

Diah Ayu Pratiwi

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik – Universitas Riau Kepulauan

 

Abstract 

The focus of this paper is about defense cooperation agreement (DCA) between Colombia and the United States on August 14, 2009. The agreement raises concerns for the countries of the anti-US, particularly Venezuela. Venezuela responds U.S military presence by using offensive military strategy. This research is a qualitative case study design. The results suggest that in the security dilemma situation, Venezuela can take a defensive strategy to allow cooperation with other countries in order to avoid the war.

 

  1. I.                   PENDAHULUAN

Amerika Selatan mempunyai sejarah penindasan yang panjang dibawah represi dominasi Amerika Serikat. Dimana, Amerika Serikat berperan aktif dalam perpolitikan dan meletakkan panji liberalisme di negara-negara Amerika Selatan. Namun, negara-negara Amerika Selatan mengalami kekecewaan yang mendalam terhadap demokrasi dan liberalisasi ekonomi. Venezuela merupakan salah satu negara yang kecewa terhadap kebijakan luar negeri Amerika Serikat di Amerika Selatan.

Amerika Serikat dan Venezuela merupakan dua negara yang selalu diwarnai ketegangan paska terpilihnya Presiden Venezuela, Hugo Chavez. Chavez yang menganut paham sosialisme, telah berhasil menjalankan berbagai kebijakan populis yang bertujuan untuk membangun kaum miskin. Hugo Chavez dan ide “Revolusi Bolivarian” –nya telah menjadi inspirasi bagi kekuatan-kekuatan kiri di Amerika Selatan[1]. Gerakan sosilais baru di Amerika Selatan dapat dikatakan semakin menguat dengan terpilihnya tokoh-tokoh sosialis lain sebagai presiden, diantaranya Lula da Silva (Brazil; 2001), Nestor Krichner (Argentina; 2003), Martin Torrijos (Panama; 2004); Tabare Vazquez (Uruguay; 2005), Evo Morales (Bolivia; 2006), Daniel Ortega (Nikaragua; 2006), Michelle Bachelet (Chile; 2006), dan Rafael Correa (Ekuador; 2007).

Keberhasilan Hugo Chavez dalam menjalankan pemerintahan sosialis di Venezuela, baik di dalam maupun di luar negeri. Reformasi ekonomi dan politik yang dilakukan oleh Chavez dan usaha pemerintah negara tersebut untuk mengentaskan kemiskinan serta mengurangi campur tangan asing dalam perekonomian. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bagi Amerika Serikat karena akan berpengaruh terhadap kepentingan nasionalnya di Venezuela. Berbagai upaya dilakukan oleh Amerika Serikat dalam menggulingkan Chavez, diantaranya dengan membantu gerakan kudeta yang dilakukan oleh kelompok anti-Chavez (oposisi)[2]. Namun, Chavez berhasil lolos dari kudeta tersebut dan menuduh Amerika Serikat berusaha menggulingkannya. Hal ini tentu saja menjadi publikasi buruk bagi Amerika Serikat yang mempunyai kepentingan di Venezuela. Karena Venezeula merupakan salah satu penghasil minyak dan gas terbesar di dunia. Amerika Serikat mempunyai kepentingan strategi dalam mempertahankan kendali atas negara-negara penghasil minyak dan gas.

Hubungan kedua negara semakin memburuk, ketika pada tanggal 14 Agustus 2009, pemerintah Kolombia dan Amerika Serikat melakukan kesepakatan kerjasama pertahanan (Defense Cooperation Agreement/DCA), kerjasama tersebut bertujuan untuk memberantas narkotika, perdagangan senjata ilegal, dan gerakan separatis di Kolombia.

Dalam kesepakatan militer tersebut pemerintah Kolombia mengizinkan militer Amerika Serikat menempati tiga markas militer angkatan udara di Kolombia, diantaranya Palanquero (pusat), Apiay (utara), dan Malambo (selatan). Dalam perjanjian tersebut juga mengizinkan menempati dua markas angkatan laut dan dua instalansi militer, dan fasilitas militer Kolombia lainnya, jika ada saling kesepakatan. Selain itu akan menempatkan 800 personel tentara dan 600 kontraktor sipil Amerika Serikat di Kolombia[3]. Kerjasama militer antara Amerika Serikat dan Kolombia terjadi setelah Amerika Serikat dipaksa keluar dari markas militer di Manta, Ekuador, setelah pemerintahan Rafael Correa menolak memperbarui perjanjian militer diantara kedua negara.



[1] Jeremy Bransten, South America: Rejecting U.S. Prescription , Region Tilts Left, dalam http://www.rferl.org/featurearticle/2006/01/b9f2e5b7a485-41f3-9fbb-b5a6a3ea9ec0.html, diakses tanggal 19 Oktober 2009.

[2] Nurani Soyomukti, Revolusi Bolivarian Hugo Chavez dan Politik Radikal (Yogyakarta: Resist Book, 2007),  hal. 58.

 [3] Office of the spokesman USA, “U.S.- Colombia Defense Cooperation Agreement”, lihat di

http://www.state.gov/r/pa/prs/ps/2009/aug/128021.htm, diakses tanggal 19 Oktober 2009.

Related Post