• BERANDA
  • TENTANG UNRIKA
  • STUDI DI UNRIKA
  • JURNAL DOSEN
  • BEASISWA
  • PENDAFTARAN
  • PASCASARJANA
  • Tracer Study
  • Unrika Karir
  • Fakultas
  • Alumni
Hubungi Kami (0778) 392752
info@unrika.ac.id
Universitas Riau Kepulauan
  • BERANDA
  • TENTANG UNRIKA
  • STUDI DI UNRIKA
  • JURNAL DOSEN
  • BEASISWA
  • PENDAFTARAN
  • PASCASARJANA
    • Daftar PMB

Kunjungan Kerja

Home » Blog » PENEGAKKAN HUKUM ALIRAN SESAT DI INDONESIA TINJAUAN UNDANG UNDANG PNPS NO.1 TAHUN 1965 TENTANG PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN DAN/ATAU PENODAAN AGAMA

PENEGAKKAN HUKUM ALIRAN SESAT DI INDONESIA TINJAUAN UNDANG UNDANG PNPS NO.1 TAHUN 1965 TENTANG PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN DAN/ATAU PENODAAN AGAMA

  • Posted by Admin Unrika
  • Categories Kunjungan Kerja, Penelitian
  • Date 1 May 2014

Emy Hajar Abra

Dosen Tetap Prodi Ilmu Hukum Universitas Riau Kepulauan Batam

 

ABSTRAK

Aliran sesat menjadi problematic tersendiri dalam penegakkan hukum di Indoensia. Undang Undang PNPS No 1 Tahun 1965 tentang Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama yang sudah sekian lama hadir, nyatanya belum mampu dimaknai dengan bijak oleh banyak kalangan. Permasalahan kemudian muncul, ketika para pihak yang mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi dan mengatakan bahwa undang undang tersebut telah melanggar Konstitusi. Sekalipun permohonan yang di ajukan oleh para pihak ditolak oleh Majelis Hakim Konstitusi, namun yang sering kali dilupakan adalah bahwa negara kita adalah negara hokum, hal tersebut dengan tegas dituangkan UUD 1945 pasal 1 ayat 3, artinya bahwa tiap individu tanpa terkecuali harus tunduk pada tiap aturan yang berlaku. Selain itu, yang menjadi dasar argument bagi mereka yang kontra terhadap undang undang aliran sesat adalah, Hak Asasi Manusia. Mereka yang tidak setuju terhadap undang undang aliran sesat, seringkali berargumen bahwa undang undang tersebut telah melanggar hak asasi seseorang, nyatanya pasal 28J UUD 1945 membatasi kebebasan tersebut dengan sangat bijak. Maka bebas itu bukan tanpa batas sebagaiman ditafsirkan, namun Undang Undang dihadirkan sebagai pagar pembatas demi terciptanya keadilan dalam bernegara.

  1. I.                   PENDAHULUAN
  2. A.    Latar Belakang Masalah

Kasus aliran sesat memang tidak begitu marak seperti beberapa tahun lalu, sekalipun demikian, tulisan ini hadir dalam bentuk “kehatia-hatian” hukum, karena biar bagaimanapun,  kasus aliran sesat sudah semestinya menjadi perhatian tersendiri, mengingat hal ini berhubungan dengan kebebasaan beragama dan keharmonisan dalam bernegara. Pasalnya penodaaan agama bukan kasus yang datang dan tenggelam. Peristiwa ini ada, hanya saja dia muncul dipermukaan ketika telah menjadi kekerasan atau bahkan menelan korban. Oleh karena itu, penulis menggunakan kata “kehati-hatian” hukum, karena peristiwa ini harus dimaknai serius oleh pemerintah dan aparat penegak hukum, untuk dapat bergerak lebih cepat sebelum adanya konflik yang berkepanjangan. Selain itu pula, kehati-hatian hokum tersebut mengingat banyak pihak yang pro dan kontra sejak dari awal pembentukan Undang Undang PNPS No 1 Tahun 1965 ini hingga sekarang.

Pada penjelasan Undang Undang No1 tahun 1965 menjelaskan bahwa, hadirnya undang-undang ini atas kegelisahan bermunculannya aliran-aliran kepercayaan yang menganggu agama lain, oleh karenanya pemerintah merasa perlu dalam menjaga kemurnian dan kebebasan beragama yang kemudian pembatasannya di atur dalam Undang Undang. Jika dilihat dari politik hukum Undang Undang tersebut, maka jelas bahwa pemerintah menaruh perhatian yang sangat baik atas perlindungan agama., agar tidak disimpangi oleh ajaran-ajaran lain yang keluar dari ajaran pokok suatu agama tertentu.

Sekalipun Indonesia menganut system politik yang demokratis, namun tidak menjadikan nilai-nilai demokrasi itu berjalan tanpa payung hukum yang kuat. Konflik agama yang sering terjadi dan berkembang ini tentunya membutuhkan perhatian khusus dari pemerintah dan juga tentunya masyarakat sebagai salah satu pelaku dalam bernegara. Kejadian aliran kepercayaan yang terus-menerus dan memakan korban yang tidak sedikit tentunya bukan hal yang patut dibiarkan berlarut-larut. Apalagi dari kejadian ini justru menjadikan masyarakat bermain hakim sendiri, seperti pada pembakaran rumah masyarakat, tempat ibadah, bahkan pembunuhan, keadaan main hakim sendiri tersebut, memaknai bahwa fungsi negara sudah mulai menghilang. Penyimpangan agama yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan aliran sesat ini, semakin tahun justru berkembang semakin banyak. Fakta ini bisa dilihat dari bermunculnya aliran sesat di masyarakat. Sejak 2001 hingga 2007, sedikitnya ada 250 aliran sesat yang berkembang di Indonesia. 50 Di antaranya tumbuh subur di Jawa Barat.[1]

Hal ini merupakan bagian paling hitam dari perkembangan agama. Penulis menggunakan kata bagian “paling hitam”, karena penyebaran agama yang jauh dari pada pokok dasarnya ini menimbulkan banyak goncangan di masyarakat. Misalnya pada masyarakat luas, mereka telah mempercayai salah satu agama tertentu, tiba-tiba didatangi oleh orang atau sekelompok orang yang mengaku se-agama, namun dengan pemahaman dan pelaksanaan yang jauh berbeda dari pokok ajaran tersebut. Tentunya itu menjadi goncangan yang dapat berakibat luas pada keharomonisan bermasyarakat dan bernegara. Oleh karenanya selain dari pada Undang Undang tentang aliran sesat, kiranya penting pemerintah untuk mengatur mengenai tata cara dan akibat-akibat hukum jika suatu ajaran mempunyai definisi atau cara beragama yang berbeda dari yang di akui pada kebanyakan masyarakat lainnya.

Sekitar akhir tahun 2009 lalu, beberapa kalangan mengajukan gugatan atau permohonan judicial review UU No 1/PNPS/1965 tentang Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama ke Mahkamah Konstitusi. Para pemohon tersebut antara lain: LSM Imparsial, Elsam, PBHI, Demos, Setara, Desantara, YLBHI dan Pemohon perorangan, diantaranya: Abdurahman Wahid, Musdah Mulia, Dawam Rahardjo, dan Maman Imanul Haq, namun kemudian dalam putusannya, permohonan tersebut di tolak secara keseluruhan oleh Majelis Hakim Konstitusi.

Penolakan tersebut tentunya menjadi sejarah tersendiri bagi ketatanegaraan Indonesia, khususnya dalam bidang keagamaan, hal ini karena Undang Undang yang sudah cukup lama itu, justru masih berlaku dan mendapatkan perhatian yang baik dalam pernafsirannya oleh majelis hakim kosntitusi, sehingga majelis menilai bahwa, undang undang tersebut masih berlaku dan konstitusional artinya tidak bertentangan dengan UUD 1945.


[1]Maraknya Aliran Sesat Mirip Prolog G30S PKI Tahun 1965  Http://Hariansib.Com /2007/11/01/ Maraknya -Aliran-Sesat-Mirip-Prolog-G30s-Pki-Tahun-1965/

  • Share:
Admin Unrika

Previous post

PENGUKURAN TINGKAT KEPUASAN MAHASISWA TERHADAP SISTEM INFORMASI UNIVERSITAS BERBASIS WEB MENGGUNAKAN SOFTWARE SMART PLS ( Studi Kasus UNRIKA Batam )
1 May 2014

Next post

PENGARUH KEPEMIMPINAN DEKAN DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA DOSEN DI UNIVERSITAS RIAU KEPULAUAN BATAM,TAHUN AKADEMIK 2012/2013”
1 May 2014

You may also like

Logo-Ristekdikti-63699_172x172
PENERIMA PENDANAAN PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT HIBAH DIKTI UNIVERSITAS RIAU KEPULAUAN BATAM TAHUN 2017
12 January, 2017
socia-research
PENGUMUMAN PENERIMA HIBAH PENELITIAN DOSEN UNRIKA BERSUMBER DARI ANGGARAN UNRIKA BATAM SEMESTER GANJIL 2016-2017
28 November, 2016
SIM-LITABMAS
DATA HIBAH PENELITIAN DIKTI DOSEN UNIVERSITAS RIAU KEPULAUAN BATAM
6 August, 2016

Universitas Riau Kepulauan merupakan Perguruan Tinggi Swasta tertua di Kota Batam, salah satu Universitas terbaik di Propinsi Kepulauan Riau

Akses Cepat

  • SIAKAD ONLINE
  • PERPUSTAKAAN PUSAT
  • JOURNAL OJS UNRIKA BATAM
  • PUSAT E-LEARNING UNRIKA
  • TRACER STUDY ALUMNI
  • UNRIKA CAREER DEVELOPMENT CENTRE

Hubungi Kami

(0778) 392752

info@unrika.ac.id

PMB (+62) 082288015900

Lokasi Kampus

Kampus Induk : Jl. Pahlawan No.99, Batuaji, Kota Batam

Kampus II : Palm Spring Blok A1 No. 7-7A-8 Batam Centre, Kota Batam

 

© Universitas Riau Kepulauan - 2022

Login with your site account

Lost your password?